Selasa, 11 November 2014

Tips dan trik Selingkuh tanpa ketahuan oleh pasangan


“Selingkuh”
Apa yang pertama terlintas di pikiran kalian saat mendengar, atau membacanya?

Yaa, Selingkuh yang dalam bahasa Arab disebut dengan istilah… emmm… duhh, apa yah???
Udahlah, nggak usah dibahas dalam bahasa Arab dulu. Soalnya gue juga nggak ngerti.
Lagian di tulisan ini juga gue nggak niat buat ngejelasin apa itu arti Selingkuh.
Karena gue yakin, kalian juga udah pada ngerti sendiri artinya.
Dan di tulisan ini, gue cuma mau bahas tentang trik-trik Selingkuh tanpa ketahuan pasangan.
Kalian nggak mau dong, kalo sampe kalian lagi asyik-asyiknya sama si Selingkuhan, tiba-tiba kepergok sama pacar, suami, atau istri kalian?
Sama! Gue juga nggak mau.
Dan memang untuk itulah tulisan ini dibuat!
Di tulisan ini gue mau nanya pengalaman kalian tentang Selingkuh. Siapa tau ada yang pernah, terus berhasil.
Apa salahnya berbagi, kan? Termasuk soal pengalaman.
Kalo kalian pikir gue yang mau bagi-bagi tips Selingkuh di tulisan gue yang ini, berarti kalian salah besar.
Boro-boro Selingkuh, pasangan aja gue nggak punya.
Sumpah! 
Padahal syarat utama Selingkuh kan kalian harus punya pasangan.
Yaiyalah, kalo kalian nggak punya pasangan, kalian nggak bisa disebut Selingkuh.
Paling mentok kalian yang dijadiin Selingkuhan.  :p
Kan gitu?

Eh, tapi nggak berarti juga gue nyuruh kalian buat coba-coba Selingkuh lho ya!
Sama sekali enggak!!!
Intinya tulisan ini tuh cuma buat iseng aja!
Tapi kalo emang beneran ada yang punya pengalaman Selingkuh, boleh kok di-Share di kolom komentar di bawah ini. 

Udah dulu ah, daripada tambah ngelantur.
Ntar kalo ada yang beneran Selingkuh, malah gue yang dimarahin sama pasangannya.
Lagian gue juga udah nggak tau mau nulis apaan lagi.
Gue mau nyuci baju dulu, ya!
Bye!!!


Ale Syarifudin

Cinta Social Media


Semuanya berawal pada sebuah minggu pagi di akhir bulan juni.
Dan dari tanggal 30 tahun 2013 itulah semua cerita bahagia ini bermula.


“krriiiiiiiiiiing… krrrriiiiiiinggggg” suara yang tak asing itu kembali membangunkan Ari dari tidurnya.
Iya, suara lembut seorang istri bising dari alarm ponsel miliknya.
“ternyata sudah pagi” gumam Ari.
Padahal, tak biasanya alarm di handphone-nya berbunyi sepagi itu di hari minggu.
“ini minggu spesial. Saatnya bersenang-senang” ucapnya penuh semangat.
Iya, hari itu adalah hari dimana perusahaan tempatnya bekerja, mengadakan acara rutin tahunan; Family Day.
Ari bergegas menuju pelaminan kamar mandi.
Ia seakan tak punya banyak waktu lagi untuk santai sambil menikmati secangkir kopi seperti biasanya.
Seperti kaum pria pada umumnya, kurang dari 15 menit saja Ari sudah rapi dan siap untuk pergi.
Pagi itu ia terlihat masih mengantuk.
Maklum saja, semalaman ia begadang main hati Playstation bersama teman-temannya.
Tak lama setelah berjalan kaki, sampailah Ari di tempat yang ia dan teman-temannya tentukan untuk berkumpul.
Ya, sebuah lokasi yang biasa mereka tuju untuk sarapan setiap paginya.
Ari menghampiri tukang soto untuk memesan seporsi soto, yang katanya sih Soto Surabaya.
Dan disana, ia dikagetkan oleh kehadiran sesosok makhluk yang seakan tak asing lagi di matanya.
Dan benar saja, Ari memang pernah bertemu dengannya, sebelumnya.
“Ria, kan?” Tanya Ari dengan ramah.
“Iya” jawab makhluk tak asing yang tenyata seorang gadis cantik itu, dengan raut muka agak bingung.
Mungkin Ria kaget, mengapa di kota yang masih asing untuknya, ada seorang pria yang mengenalnya.
Dan setelah dijelaskan oleh teman-temannya, barulah ia sadar kalau dirinya memang pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.
Singkat cerita, selesai sarapan, seluruh rombongan yang ada disitu,  termasuk Ari dan Ria, bergegas berangkat menuju sebuah tempat rekreasi di daerah Cileungsi – Bogor.
Disana, Ari dan Ria jadi punya banyak waktu untuk kembali berbincang dan sesekali mengingat tentang awal pertemuan mereka.
Tak cukup sampai disitu, mereka berusaha untuk lebih mengakrabkan diri satu sama lain dengan berfoto bersama.
Katanya sih untuk kenang-kenangan.
Padahal mah, yaa kalian tau sendiri lah…
“Bagi foto yang tadi dong!” pinta Ari. Kebetulan mereka foto-foto menggunakan handphone milik Ria.
“oke, bentar! Kalo enggak, ntar aku upload ke facebook aja. Nanti kamu aku tag-in. akun facebookmu apa? Biar aku add dulu jawab Ria sambil nanya balik ke Ari.
“oh, oke! search aja _____________ (sensor). Nanti langsung aku confirm” balas Ari sembari tersenyum.
Dan benar saja, tak butuh waktu lama, malam harinya foto itu sudah beredar di dunia maya.
Mereka semakin akrab di social media. Lewat facebook dan twitter, mereka saling mencoba mengenal satu sama lain.
Hingga akhirnya mereka sepakat untuk bertemu kembali, dan di dunia nyata tentunya.
Dari pertemuan keduanya, mereka sepertinya merasakan hal yang sama; ‘Nyaman’.
Terdengar agak klise memang. Dua orang yang belum benar-benar saling mengenal, sudah merasa saling nyaman. Tapi memang begitulah kenyataannya.
Semakin hari, mereka semakin dekat.
Dan bisa ditebak bagaimana kelanjutannyya.
Ya, mereka berdua memilih untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman. Atau bahasa umumnya ya Pacaran lah.
Iya, mereka yang dulunya tak saling mengenal, sekarang sudah jadi lebih dari teman.
Entah waktu yang berputar terlalu lambat, atau proses Pedekate mereka yang berjalan begitu cepat.
Itu semua nggak penting lagi memang. Karena bagi mereka kebersamaan tidak melulu bergantung pada waktu, juga proses.
Kebersamaan lebih kepada sebuah pilihan untuk mencoba menyatukan dua buah pemikiran, menyandingkan dua Ego yang kadang berseberangan. Serta memantapkan dua hati untuk terus berbagi kebahagiaan.
Ya, semoga saja kebersamaan yang selama ini mereka perjuangkan, bisa terus memberikan kebahagiaan sepeti yang selalu mereka dambakan.


Bekasi, November 11th 2014.
Ale Syarifudin

Senin, 16 Juni 2014

Tentang Melepaskan


“Bagaimanapun, hidup adalah tentang menunggu giliran”
           
Terimakasih untuk apa-apa yang telah Kau titipkan padanya, Tuhan.
Aku bersyukur sempat merasakannya, meski tak lebih lama dari satu putaran Ramadhan.

Aku belajar banyak dari semua yang Kau berikan.
Tentang luka yang (katanya) hanya tuk sementara, juga tentang tawa yang entah kapan ia datangnya.

Bagiku, bahagia adalah mitos.
Aku percaya, semua akan indah pada waktunya.
Tapi aku ragu, apa aku cukup mampu untuk bisa bertahan hingga waktu yang telah Kau tentukan.

Bagiku, hidup adalah tentang menunggu takdirku yang selanjutnya.
Tentang mendapatkan apa yang aku usahakan sebelumnya.
Juga tentang melepaskan semua yang memang harus pergi, pada akhirnya.

Iya, bagiku, Kebersamaan adalah perpisahan yang sedang menunggu waktu.
Dan ketika waktu yang kutunggu sudah datang, aku hanya bisa memasrahkan semuanya kembali padamu.

Aku harus mengembalikan apa yang sebelumnya Kau pinjamkan.
Mengurai jerat-jerat rasa yang sebelumnya kau ikatkan.
Dan terpaksa melepaskan sesuatu yang sebenarnya tak ku relakan.


Tuesday, June 17th 2014
Ale Syarifudin


Rabu, 23 April 2014

Kamu yang se-kamu-kamunya


“Sebenar-benarnya kamu adalah kamu yang ketika tak ada seorang pun yang memperhatikanmu”

Sadar atau tidak, mau diakui ataupun tidak, tingkah laku kita sering sekali,  -atau bahkan selalu-  dipengaruhi oleh penilaian orang lain terhadap kita.
Kita seakan ingin melakukan ini-itu agar dianggap begini atau begitu oleh orang-orang di sekitar kita.
Atau bahkan kita jadi enggan untuk berbuat sesuatu karena sudah lebih dulu takut akan penilaian mereka nantinya.

Salahkah?
Mungkin jawabannya “tidak”. Tapi kesannya kita jadi tidak lagi jujur. Bahkan terhadap diri kita sendiri.
Yang lebih mengerikan lagi adalah,  jika nantinya kita jadi lupa tujuan kita hidup.
Kita seakan hidup hanya untuk di-cap baik oleh orang-lain.
Kita mengabaikan impian kita demi sebuah penilaian yang sebenarnya tak sepenting yang kita bayangkan.
Kita rela menjadi orang lain, di depan orang lain.
Kita takut untuk menunjukkan jati diri.
Kita menjadi diri kita sendiri hanya ketika kita tengah sendiri.


Ale Syarifudin

Kamis, 27 Maret 2014

hadapi saja! :)


aku g tau harus memulai dari mana lagi
karena penyesalan sekalipun mungkin takkan berarti
disaat akal, hati dan ego beradu dalam emosi
menghancurkan semua yg kurangkai dari mimpi

tapi satu hal yg kuingin kau tau
ini semua tidak sepenuhnya keinginanku
dan mungkin juga bukan kemauanmu

andai aku masih punya keberanian untuk melawan
tapi sayangnya kekalahan bukanlah sebuah pilihan
dan kegagalan akan membuatku semakin tenggelam

maaf telah mengecewakanmu
menyakiti hati yang seharusnya kusayangi
dan mengabaikan rasa yang seharusnya kuhargai

tapi biarlah saja mimpi tetap menjadi mimpi
jangan paksakan untuk meraih sesuatu yg memang bukan untukmu
bangun, dan hadapilah harimu
karena kuyakin,
akan ada sesuatu yg lebih indah dari apa yg kau dapat di tidurmu...

Juniku hilang, juniku malang, juniku sayang


Juni di sore hari, aku bergegas pulang seperti biasanya. 

mengayunkan kaki, selangkah demi selangkah, berjalan dibawah tatapan mentari sore yang menurutku masih terlalu 'hangat' untuk dinikmati. 

separuh otakku masih tertinggal di tempat kerjaku, memikirkan masalah yang datang setiap paginya. 

tapi ya sudahlah, mungkin ini memang takdirku. aku yang lahir dari keluarga yang tak berpunya, mau tak mau harus bersahabat dengan segala macam cuaca, atau mungkin bencana.
kepulan asap kendaraan, hempasan debu jalanan, seakan menjadi kawan di sepanjang perjalanan menuju gubug peristirahatan.
"akhirnya sampai juga" ucapku lega.
kubuka pintu kontrakan yang besarnya tak seberapa dibanding istana musdalifah, tapi setidaknya masih cukup untukku menaruh rebah dan melepas lelah.
sesaat tubuh ini terdiam, dan ada sedikit berontak dalam hati "cihh, mau sampai kapan aku harus tinggal di tempat seperti ini?" pikirku sambil membayangkan kehhidupan para artis, pejabat, atau bahkan (yang katanya) wakil rakyat.
aku tertunduk dan melamun, ahh bukan, mungkin lebih tepatnya menghayal.
cukup lama aku terdiam sampai akhirnya ada suara yang tak asing datang memecah keheninganku.
yaa, terdengar ringtone handphone-ku yang melantunkan suara khas Matt Bellamy menyanyikan Sing For Absolution-nya Muse.
"assalamualaikum" ucapku mengawali obrolan telepon yang tak lain adalah dari seseorang yang selama ini menguatkan saat ku rapuh, meyakinkan ketika ku ragu, dan mengingatkan ditengah khilafku.
yaa, dialah wanita yang sangat aku sayangi, setelah ibuku tentunya.
sedikit berbeda dari biasanya, dia memulai percakapan dengan suara lirih, lebih rendah sekitar 2 oktaf dari nada ia bicara biasanya.
tapi mungkin itu hanya karena masalah mood, atau apalah, yang pasti aku tak mau berfikir macam-macam.
dan akhirnya ia pun mulai membuka obrolan dengan sedikit keluhan dan beberapa kritikan, mungkin bisa juga disebut sebuah 'protes'.
dan bagaikan petir ditengah hajatan, "jederrrrr...!!!" saat kudengar ia bertanya "ada apa dengan kita?"
yaa, sebuah pertanyaan langka, dan terdengar dengan suara sedikit serak pula.
"ada apa??? memangnya kenapa?" balasku bertanya, karena aku memang belum tahu ada apa sebenarnya.
sempat beberapa detik tak ada suara di earphone hape-ku, sampai akhirnya ia melanjutkan "semuanya telah berubah, aku seperti tak mengenalmu lagi, aku kehilangan kamu yang dulu, dan bla....bla....bla..."
sepertinya dia mulai lepas dengan keluhannya tentangku, ahhh, mungkin tentang 'kami' lebih tepatnya.
aku yang masih belum tau apa maunya, hanya bisa diam dan mendengarkan kalimat demi kalimat keluhannya, sambil sesekali hati ini membenarkan ucapannya.
yaa, mungkin benar, aku terlalu sibuk dengan duniaku, terlalu sibuk dengan ceritaku, sampai aku lupa, aku juga punya kisah lain di dunia kami itu sendiri.
dan akhirnya, kalimat yang tak pernah ingin kudengar (bahkan dalam mimpi sekalipun) itupun terucap, "kalo kamu udah gak sayang lagi.......bla....bla...." terdengar kalimat-kalimat yang biasa kudengar dan kulihat di FTV.
ia melanjutkan "aku gak mau memaksakan sebuah hubungan jika memang hubungan itu akan lebih baik kalau tak pernah ada, apalagi harus ada tapi dengan keterpaksaan"
aku tak bisa berfikir apapun dengan otakku yang kini tinggal separuh karena masalahku dengan pekerjaanku, dan tiba-tiba dihadapkan dengan kondisi seperti ini.
aku hanya bisa meng-IYA-kan semua yang ia ucapkan, sampai akhirnya... "tuuuttt...tuuuttt...tuuuttt" panggilan berakhir.
aku diam terpaku, antara sadar, dan sangat sadar, aku semakin tenggelam ditengah soreku di Juni ini.
"apa yang harus kulakukan?" hati ini bertanya-tanya.
"haruskah aku menangis?"
"tidak, masalah ini sepertinya terlalu pelik" pikirku.
"bahkan untuk sekedar menangis sekalipun, aku sampai lupa caranya".
sepertinya aku memang tak punya pilihan selain merelakan, kemudian belajar mengikhlaskan semua yang terjadi, bahkan yang tak pernah ku rencanakan.
kemudian mencoba menikmati takdirku sendiri layaknya anugerah yang selalu kucari.
menyapa luka, menyapu duka, menjadikan kesedihan sebagai bumbu di keseharian.
yaa, inilah kisahku, inilah soreku, inilah hidupku.
terimakasih, Juniku...

End

Akukah...???


Selamat sore, Aku... 
Bagaimana keadaanmu?
Semoga saja kabarmu masih seperti dulu,
Dan semyumanmu masih sehangat kala itu,

Kadang aku lelah menjadi sepertimu,
Tapi semoga saja kamu tak bosan menjadi sepertiku,
Tak jarang, aku heran melihat semua tentangmu, juga tentangku,
Kita adalah satu, meski tak selalu menyatu,
Kita tetap saja sama, walau kadang masih ada sedikit beda,
Aku adalah kamu dimasa yang lalu,
Sementara kamu, tak pernah sama sepertiku,

Segalanya menjauh, memudar, kemudian menghilang,
Aku yang dulu adalah aku, sekarang menjadi kamu,

Aku bisa saja seperti mereka,
Yang seenanknya menyalahkan waktu,
Yang sudah merubahku menjadi sepertimu,
Yang menjadikanku kamu, yang sama sekali bukan aku.

-Ale Syarifudin-

BERSYUKUR ; karena Kesadaran, atau karena Keadaan???


Pantaskah kita mengeluh tentang semua yang telah diberikanNya secara cuma-cuma? 

Layakkah kita untuk tidak bersyukur dengan apa yang ada pada diri kita?
Allah tak pernah mengurangkan kepada setiap makhlukNya atas apa yang menjadi kebutuhan mereka.
Meski tak selalu memberikan apa yang mereka inginkan, tapi Allah akan tetap mencukupkan semua yang mereka butuhkan.
Lalu yang jadi pertanyaan adalah 'apakah kadar kecukupan setiap makhluk itu sama?'. tentu saja jawabannya adalah 'TIDAK'. dan Allah juga-lah yang maha tau tentang apa-apa saja yang akan menjadikan cukup untuk kebutuhan mereka.
Tapi masalahnya, ada juga manusia sok tau yang merasa dirinya lebih tau tentang kebutuhan hidup dia dan sesamanya, sehingga mereka belum mau bersyukur ketika hidupnya 'hanya' diberi cukup untuk kebutuhannya, tapi tidak untuk keinginannya.
Mungkin penyebabnya adalah perbedaan persepsi dari tiap-tiap pribadi dalam memahami kata 'cukup' tadi.
Sebagian dari mereka menganggap 'cukup' adalah ketika mereka tak hanya memiliki semua yang mereka butuhkan, tapi juga yang mereka inginkan. Dan barulah mereka akan bersyukur dengan ke'cukup'annya.
Atau bahkan yang lebih menggelikan adalah, mereka yang (baru) mau bersyukur ketika melihat ada orang lain yang lebih susah darinya. dan menurut saya, ini adalah cara bersyukur yang paling kejam.
Apa iya, kita harus (selalu) melihat kesusahan orang lain dulu, baru kita bisa mensyukuri apa yang telah kita miliki?
Inilah yang akhirnya akan menjadi pembeda antara kita dengan yang lainnya.
Bagaimanakah kita Bersyukur? karena Kesadaran, atau karena Keadaan?

tulisan ini saya buat sekedar ingin berbagi pendapat, tidak bermaksud sok menasehati, apalagi menggurui.

-Ale Syarifudin-